Film sering kali menggambarkan kecerdasan buatan sebagai pemicu bencana global, seperti Skynet di Terminator atau WOPR di WarGames. Meskipun skenario ini terasa tidak masuk akal, namun hal ini menyoroti kekhawatiran yang sangat nyata: bagaimana meningkatnya ketergantungan pada AI dalam sistem komando dan kendali nuklir kita akan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh manusia dalam skenario yang sudah sangat rumit ini?
Ini bukan tentang AI yang mengambil tombol merah dari tangan kita. Para ahli yang diwawancarai untuk artikel ini sepakat bahwa AI tidak seharusnya mengambil keputusan utama untuk “meluncurkan atau tidak meluncurkan”. Sebaliknya, mereka menekankan semakin besarnya peran AI dalam menganalisis data dalam jumlah besar dan menyajikan informasi kepada komandan manusia dengan kecepatan yang mustahil dilakukan oleh manusia saja.
Tapi inilah masalahnya: efektivitas sistem ini bergantung pada satu faktor penting – pemahaman manusia. Apakah kita benar-benar memahami cara kerja model AI yang canggih ini, keterbatasannya, dan potensi biasnya?
AI dalam Komando Nuklir Saat Ini: Sistem Tambal Sulam
Ironisnya, sistem komando dan kendali nuklir kita saat ini ternyata sudah kuno. Meskipun memiliki kekuatan yang dapat menimbulkan kehancuran yang tak terbayangkan, hingga saat ini mereka mengandalkan teknologi yang kikuk – termasuk floppy disk untuk komunikasi (ya, itu floppy disk). Sistem usang ini sedang dimodernisasi, dengan upaya bernilai miliaran dolar yang mencakup integrasi AI.
Meskipun modernisasi ini mungkin tampak perlu untuk keamanan dan efisiensi, para ahli seperti Jenderal Anthony Cotton, komandan Komando Strategis – yang bertanggung jawab atas persenjataan nuklir AS – berpendapat bahwa AI dapat menganalisis sejumlah besar informasi jauh lebih cepat daripada manusia, sehingga berpotensi membantu dalam pengambilan keputusan penting selama krisis.
Mengapa Ini Penting: Lebih Dari Sekadar Skynet
Bahayanya belum tentu disebabkan oleh AI jahat yang mengambil kendali. Hal ini lebih halus – AI secara tidak sengaja dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kesalahan manusia, eskalasi, atau kesalahpahaman. Berikut beberapa kekhawatiran utama:
- Kesalahan AI: Model AI saat ini, bahkan yang paling canggih sekalipun, masih rentan terhadap kesalahan dan bias yang dapat diperburuk dalam situasi tekanan tinggi. Bayangkan AI salah menafsirkan data saat terjadi kebuntuan yang menegangkan, sehingga menyebabkan penilaian yang salah dan konsekuensi yang berpotensi menimbulkan bencana.
- Kerentanan terhadap Serangan: Sistem AI yang canggih bisa rentan terhadap peretasan atau kampanye disinformasi oleh musuh yang berupaya memanipulasi proses pengambilan keputusan terkait nuklir.
- Bias Otomatisasi: Manusia cenderung terlalu mempercayai informasi yang diberikan oleh komputer, meskipun komputer tersebut memiliki kelemahan. “Bias otomasi” ini dapat menyebabkan para komandan terlalu bergantung pada analisis AI yang berpotensi tidak akurat pada saat-saat kritis.
Sejarah Menawarkan Kisah Perhatian
Sejarah memberikan pengingat yang jelas tentang betapa dekatnya kita dengan bencana nuklir akibat kegagalan fungsi teknologi dan kesalahan manusia. Pada tahun 1979, AS hampir melancarkan serangan nuklir balasan berdasarkan alarm palsu yang dipicu oleh peluncuran rudal kapal selam Soviet. Hal serupa terjadi di Uni Soviet, Kolonel Stanislav Petrov seorang diri menghindari potensi bencana ketika ia mengabaikan peringatan komputer yang salah yang mengindikasikan adanya serangan nuklir AS.
Peristiwa-peristiwa ini menggarisbawahi bahwa bahkan dengan teknologi yang canggih sekalipun, pertimbangan dan kewaspadaan manusia sangat penting untuk mencegah perang nuklir.
Intinya: AI Tidak Boleh Mengurangi Tanggung Jawab Kita
Meskipun AI menawarkan potensi peningkatan efisiensi dalam komando dan pengendalian nuklir, AI juga menghadirkan risiko yang signifikan jika tidak dikelola dengan hati-hati.
Ketergantungan kita pada AI tidak boleh mengurangi peran penting pengawasan, pemahaman, dan pemikiran kritis manusia – terutama ketika berhadapan dengan sistem senjata yang berpotensi menimbulkan kehancuran. Saat kita mengintegrasikan AI ke dalam struktur kompleks ini, kita juga harus berinvestasi besar-besaran pada upaya perlindungan yang kuat, transparansi, dan pertimbangan etika yang berkelanjutan untuk memastikan bahwa AI tidak mendorong kita semakin dekat ke ambang kehancuran akibat nuklir.
